Sunday, December 10, 2006

Samira dan Samir



Sebuah novel karya Siba Shakib
Penerbit Alvabet Jakarta
Tebal : viii+363


- Resensi ini sebagai hadiah untuk ummu Safin-

Terlahir sebagai “Samira” (perempuan), ayahnya salah satu kepala suku di pegunungan Hindu Kush di Afganistan merasa sangat kecewa. Sebagai seorang “komandan” istrinya harus mampu melahirkan anak laki-laki agar menjadikanya pria dan pemimpin sejati. Samira kemudian didiknya menjadi “Samir”- agar kelak menjadi seperti dirinya. Dan rahasia ini harus tetap terjaga agar dia sebagai pemimpin tetap dihargai karena telah memilki putra.

Samira yang Samir tumbuh cerdas dan tangkas, sampai suatu ketika di masa kanak-kanaknya dia menyadari ada sesuatu yang salah dengan dirinya, dia dibingungkan oleh makna “laki-laki sejati” definisi sang ayah tidak cukup memuaskan jawabanya, bertanyalah sang bocah kepada sang Ibu. Sang Ibu yang dibesarkan dengan tradisi dimana perempuan bukanlah pemberi jawaban atau pembuat keputusan pun tidak mampu memberi jawaban. Samira yang Samir memutuskan untuk menjadi bisu dan tetap tumbuh menjadi Samir. Samira tahu bahwa dia harus membahagiakan ayahnya dan ayahnya dan itu adalah jika dia menajdi Samir.

Waktu berlalu, musim berganti dan perang tetap terjadi di Afganistan, di pegunungan Hindu Kush. Novel ini yang mengambil setting masyarakat nomaden di pegunungan Hindu Kush, dengan keganasan perang , dan dengan pemikiran orang-orang nya tentang definisi “perempuan” dan “laki-laki”. Dengan bahasa yang runtun dan Indah dan agak radikal Siba Shakib telah mampu membawa saya seperti menyaksikan sebuah film nyata.

Sang komandan syahid di medan perang, beban bertambah berat ketika suatu malam sekelompok orang menodai kehormatan sang ibu dan memaksa Samir menjadi pembunuh mereka dan ibunya kehilangan akal sehatnya. Kehidupan telah membawa Samir yang Samira melihat banyak hal dan mempertanyakan banyak hal. Karena ia telah mengakhiri kebisuanya.
Sampa pada suatu hari kakeknya membawanya kepada seorang guru, dimana Samir belajar membaca dan menulis dan mengetahui, bahwa dunia lebih luas dari yang ia saksikan. Dan bagaimana wanita menjadi tetap tertindaskan. Dan ilmu pengetahuanpun tidak mampu memberikan kemerdekaan.

Bukan saja alur cerita yang menarik Samir talah membuka kita bagaimana perempuan tertindaskan oleh hegemoni definisi laki-laki dan perempuan pada masyarakat Hindu Kush pada saat itu. Dunia yang di bangun bahwa laki-laki lah yang punya hak untuk merdeka dan berhak mengambil kemerdekaan perempuan.

Samira yang Samir tumbuh dan terus tumbuh, dengan ketangkasanya sebagai pemuda sejati dan dengan kelembutan hatinya sebagai wanita. Dia menjadi bimbang ketika perasaan-perasaan sebagai manusia dewasa mulai tumbuh dalam dirinya, apakah dia Samir atau Samira dan ketika dia menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada Bashir teman kecilnya, akan tetapi karena dia seorang pemuda dia telah diminta menikahi Gol Sar yang saudara perempuan Bashir. Siba menceritakan dengan indah membawa pembacanya kedalam setting yang telah dia tentukan, menyaksikan pergulatan hati nurani, perjuangan dan kepiluan yang menyayat. Ada cerita dalam cerita sebagai bumbu dalam novel ini dan semakin menambah keasyikan sendiri dalam membacanya.
Sekali lagi saya belajar tetntang apa itu penindasan, kemerdekaan, cinta, kebahagian dan perjuangan. Sebuah novel yang sangat layak dibaca oleh yang mengaku sebagai perempuan atau laki-laki sejati.

-Selamat Membaca-

1 comment:

E Murwanto said...

Sering2 aja ya mbak buat resensi bukunya, biar gw dan temen2 laen mudah menseleksi buku yang ingin dibaca.
Makasih ya...niat baiknya.