Monday, December 4, 2006

Gandhi Cintaku

Sebuah Novel oleh Sudhir Kakar
Penerbit : Qanita, 2005


Dalam sebuah perjalanan panjang menuju London, Aku merogoh isi tas jinjing untuk menemukan buku apa yang kubawa sebagai kawan perjalanan. Tadi karena tergesa- gesa, hanya mencomot 2 buah buku yang tidak terlalu tebal dari rak tanpa memperhatikan lagi judulnya.

Aha..ini dia aku mendapatkan satu diantaranya, setelah beberapa saat mengaduk-aduk tas yang tidak pernah rapi. Sebuah novel kecil berwarna hijau, bergambar seorang gadis menggenggam sekuntum mawar, agak sedikit ke atas gambar Mahatma Gandhi sengaja di buat tersamar. Sebuah Novel Sudhir Kakar seorang penulis dan psikoanalisis terkenal. Aku membelinya bulan lalu, karena kesibukan dan tertimbun oleh buku-buku lainya ,bahkan belum sempat membacanya.

Sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata seorang Mahatma Gandhi. Tentunya orang sudah sangat terbiasa membaca kisah-kisah Gandhi- Sang Guru. Tentang perjuanganya membebaskan India dari kolonial Inggris, tentang kecerdasanya, tentang cita-citanya akan tanah kelahiranya. Akan tetapai novel ini agak sedikit berbeda, mengungkap tentang kisah asmara sang guru dari cinta tak berujung sang pengagum, pemuja, dan sang murid. Sebelum mulai membacanya, aku sempat bertanya dalam hati “Adakah Gandhi mempunyai perasaan cinta dalam diri laki-lakinya, meskipun aku tahu bahwa dia menikah dengan Mahadevbhai pada usianya yang masih muda, tetapi aku bahkan tidak pernah memikirkan atau memperdulikan apakah Gandhi juga mempunyai rasa cinta indivudu terhadap wanita, yang kutahu adalah Gandhi dan perjuangan kemerdekaan India.

Diterjemahkan dari judul Mira & the Mahatma, Sudhir menyusun kisah-kisah nyata dengan bahasa indah dan santun. Terkadang Aku harus berhenti membaca beberapa saat untuk menghapus air mata, merasakan kepedihan Mira, seakan ikut merasakan cinta terpendamnya. Sebuah kisah biasa yang melibatkan seseorang yang luar biasa, yang juga Aku kagumi.

Adalah Madeline Slide, putri seorang Admiral Inggris, memutuskan untuk meninggalkan kehidupan mapanya di London, menukarnya dengan kerja keras dan kehidupan sederhana di Asrham Sabarmati Gujarat, tempat yang ia datangi untuk mengabdi kepada Gandhi. Waktu itu 1925, waktu dia memutuskan untuk meninggalkan London menuju India. Suasana politik di India sedang tenang, karena Inggris sangat pecaya bahwa daya tarik Gandhi sedang turun dan bahkan sudah habis. Padahal bagi pengikutnya dan bagi India, Gandhi tidak pernah mati, bahwa kejutan-kejutan lain akan segera muncul untuk mewujudkan swaraj (Pemerintahan Sendiri) bagi India.
Madeline Slide begitu mengagumi Gandhi, kekagumanya membawanya menuju Gujarat, mengikuti spirit dalam hatinya untuk bertemu manusia yang dianggapnya suci. Romain Rolland seorang pengarang besar Perancis yang juga pengagum dan sahabat Gandhi, yang berperan akan pertemuan Madeline dengan Gandhi.

Gandhi Sang Guru memberinya nama Mira (Mirabhen), Mira adalah nama seorang putri yang diberkahi karena pengabdian dan ketekunanya. Mira memanggil Gandhi Bapu sebagaimana komunitas Ashram lain memanggilnya. Gandhi adalah Bapu bagi semua pengagumnya.

Menyatu dengan ritme kehidupan Gandhi menjalani hari-harinya dengan tokoh besar yang sederhana dalam komunitas Ashram yang dibangunya dan dengan cita-cita swarajnya. Mira juga secara langsung belajar tentang ajaran-ajaran Gandhi, bukan hanya pengabdian murid kepada guru yang dipujanya, Aku merasakan cinta semakin kuat tumbuh dalam diri Mira.

Keinginan Mira untuk lebih dekat kepada Gandhi kini berubah menjadi kebutuhan yang mendesak, dan ketika itu tidak terpenuhi, berubah menjadi candu. Mira merasa menderita akibat sakitnya sebentar saja perpisahan dengan Sang Guru. Cintanya bukanlah cinta fisik, cinta yang ingin memiliki raga, melainkan kesatuan antara cinta dan pergulatan spiritual dalam dirinya.
Suatu saat guru bahasa hindinya memberikan sebuah lagu gubahan Mirabai, Mira menyalin lagu itu lagi dan lagi aku dapat merasakan gubahan lagu itu sangat mewakili perasaanya terhadap Gandhi, begini syairnya:

Aku gila karena Cinta, tak seorangpun tahu sakitnya yang kurasa
Hanya mereka yang terluka tahu pedihnya luka, tak seorang pun
Hanya jauhari yang tahu nilai permata, bukan orang yang menghilangkanya
Oh, Tuhan, sakit M ira hanya akan hilang
Jika sang Hitam menjadi penyembuhnya
(Sang Hitam atau the Dark One adalah sebutan untuk Dewa Khrisna yang memang berkulit hitam- catatan penterjemah)


Mira menyadari bahwa cinta dan kekagumanya kepada Bapu telah menjadi candu baginya, dan Bapu juga telah menyadari hal itu. Dari paparan kisah Sudhir, bagaimana Bapu memperlakukan Mira dan surat-surat yang disalin ulang dalam novel ini Aku bisa bisa melihat Gandhi, sebagai manusia biasa juga menaruh rasa cinta terhadap Mira, akan tetapi kerendahan hatinya dan ketinggian spiritualismenya Sang Guru begitu elegan mengontrol dirinya, dan bagiku memanglah dia seorang tokoh besar dibalik kesederhanaan hidupnya.

Salah satu surat Gandhi untuk Mira yang ditulisnya dalam gerbong kereta api tertanggal 22-3-27

Chi Mira,
Perpisahan hari ini memang sedih karena aku melihat bahwa aku membuatmu merasa sedih…kau seharusnya tidak bergantung padaku dalam tubuh ini. Ruhku akan selalu bersamamu. Dan itu lebih baik daripada ruh diriku kini yang lemah dan terpenjara oleh semua keterbatasan tubuh fisik. Ruh tanpa batasan fisik adalah yang kita butuhkan. Ini hanya bisa dirasakan kalau kita belajar untuk menerima perpisahan. Inilah sekarang yang harus kau lakukan.
Itu yang akan kulakukan jika aku menjadi kamu. Tetapi kau harus berkembang sesuai dengan jalurmu sendiri. Karena itu kau pasti menolak semua yang kukatakan disini, kalau itu tidak sesuai dengan kata hatimu dan pikiranmu. Kau harus mempertahankan individualitasmu, apapun resikonya. Tolaklah aku kalau perlu. Karena bisa saja aku salah menilaimu meskipun aku menyayangimu. Aku tak ingin kau menyalahkanku atas ketidaksempurnaanmu.

Dengan cinta,
Bapu


Sungguh Aku melihat sisi manusiawi seorang Gandhi. Dalam surat pendeknya yang lain ketika dia melakukan tapasya (pengekangan spiritual dalam rangka penyucian diri) berkaitan dengan kejadian di Ashram, dua orang anak laki-laki kedapatan melakukan hubungan seksual. Dia melakukan tapasya, karena dia menganggap hatinya yang mulai terkotori hal-hal keduniawian yang menyebabkan kejadian itu.

Mira,
Aku tidak akan menemuimu selama seminggu, aku akan merindukan kebersamaan kita, tetapi aku tidak boleh bergantung padanya. Aku menunggu jawaban nuraniku tentang nafsu tersembunyi dalam diriku yang telah mencemarkan ashram, dan pikiran anak-anak itu. Aku tidak tahu kapan jawaban itu akan dtaing ataukah jawaban itu akan benar-benar datang.
Kuharap kau bisa menemaniku ke siding kongres tahun ini. Sidang itu akan diadakan di Kanpur pada akhir bulan

Berkah Bapu


Dalam surat-surat Mira yang disalin ulang dalam novel ini Aku terhanyut akan cinta Mira terhadap Gandhi, pemujaan yang tidak rasional sebagaimana layaknya seseorang yang sedang jatuh cinta. Cintanya adalah manifesto dari kekaguman, kecintaan, pengorbanan, pengabdian, dan perjalanan spiritual menuju kepada seorang tokoh dunia. Seorang Gandhi.

Gandhi yang juga manusia biasa, akan tetapi kesalehanya dan cita-citanya akan kemerdekaan India yang telah lama menggembleng sisi kemanusiaan dari dirinya, dalam suratnya yang santun Gandhi menyampaikan:

Engkau ada di otakku. Aku memandang sekeliling, dan merindukanmu, Aku membuka Charkha (roda tenun) dan merindukanmu…Kau telah meninggalkan rumah, bangsamu dan semua yang berharga, bukan untuk mengabadi kepadaku secara pribadi, melainkan mengabdi pada tujuan yang kuperjuangkan. Setiap kali kau menghambur-hamburkan cintamu hanya untukku pribadi, aku merasa bersalah karena tak pantas. Dan aku meledak karena hal-hal kecil. Kini, saat kau tidak bersamaku, kemarahanku tertuju pada diriku sendiri kerena telah memarahimu dengan keras. Tetapi aku berbaring diatas abu panas setiap kali aku menerima pengabdianmu. Kau akan benar-benar mengabdi padaku apabila engkau dengan gembira bergabung dalam perjuangan cita-citaku.

Ah..Gandhi, Kerendahan hatimu dan kekerasanmu akan cita-cita swarajmu, telah mengalahkan sisi paling manusiawi dalam dirimu.
Terkadang cinta memang menyakitkan.

Pilot memberitahukan bahwa sebentar lagi kami akan segera mendarat di Hetrow, London dalam musim dingin, Suhu di darat 2°C- Ah..betapa bekunya Kota ini.
Aku mengakhiri halaman terakhir novel ini. Menutup kepedihan Mirabhen dan kesahajaan Gandhi.
Gandhi Cintaku

No comments: